Pagi ini aku sibuk membolak-balik
kalender, menghitung hari demi hari menjelang promo film “Kambing Mak Ijah”.
Dramatrgiland kali ini kembali mendapat kepercayaan untuk membuat sequel film
“Sapiku Lebih Sopan”, namun tahun ini sequel filmnya berganti judul yakni
“Kambing Mak Ijah”. Ya kami memang sengaja memanfaatkan momen idul adha yang
sebentar lagi akan terlaksana. “Mmmm rilis tanggal segini, terus gimana kalau,
aduhhhh,zzzztt” aku bergumam taka da juntrungannya, kemudian aku mencoba
menghubungi produser utama “Sapiku Lebih Sopan” ya saiap lagi kalau bukan Pak
Andika.
“Halo pak.”
Aku berkata dengan lemas.
“Iya Khaira.”
Haaah di saat mau hopeless gini Pak Andikanya juga lemes.
“Pak saya mau
nanya sesuatu tentang KMI.” KMI ini singkatang dari Kambing Mak Ijah yaah biar
simple gitu deh.
“KMI? Ya
gimana? Itu mall yang mau kita jadiin tempat presscon udah pada ditag belum,
atau yang kemarin kita hubungi kerja sama udah ada feedback belum?”
“Nah itu dia
pak yangmau saya tanyain ke apak, jadi gini……..”
Maka aku dan Pak Andika berbicara
panjang lebar di telpon mengenai film KMI ini, aku menceritakan semua
kesulitan-kesulitan yang kualami selama produksi film ini. Film bernuansa
kurban komedi seperti ini memang laris dari dramaturgiland setiap tahunnya, dan
tahun ini giliranku yang menjadi sutradara dalam film ini, ternyata menjadi
sutradara juga ikut merasakan pusingnya kalau promosi belum jalan dengan mulus,
meski bukan tugasku entah mengapa, mungkin aku begitu masih mencintai dramaturgiland
ini.
“Nah sudah
mengerti ya, jadi kamu langsung tag aja mall nya, dan iklannya langsung aja,
pokoknya buat promosi gak usah nunggu hal-hal kecil macam kayak yang tadi kamu
bilang lah, promosi itu penting Ra.” Ujar Pak Andika dengan nadanya yang
seperti biasa, terkesan menggurui, sok pintar, huhhh ya tapi Pak Andika memang
pintar, sudahlah.
“Iya pak
terimakasih atas arahannya ya pak, saya mengerti.”
“Ya yaudah,
semangat ya Khaira Bunga.”
“Terima kasih
pak, saya gak tau lagi kalau gak ada bapak hahahaha.”
“Ahhh kamu
nih.”
****
Siang itu tanpa babibu aku langsung
menuju tempat-tempat yang memang harus kukunjungi saat itu untuk mengurus
promosi dan iklan film KMI. Namun kendala yang mungkin agak besar muncul dari
arah sini, “Ohhh biayanya segitu ya pak? Itu memang sudah sama event organizer
dan percetakan, kaos dan segala macam ya pak?” tanyaku mulai melemas mendengar
nominal yang agak bombastis. “Ya begitu mbak Bunga, gimana mbak? Itu sudah
harga persahabatan kita sama dramaturgiland loh mbak, kan sering juga di sini.
Comicland juga sering di sini kok mbak.” Aku hanya bengong mendengar kalimat
persuasifnya itu. “Saya mau nelpon dulu ya mas, tunggu bentar.”
Bagaimana ini, mana dari kemarin
orang divisi keuangan suah banget dihubungi, staffnya pada gak ada di kantor,
kepala divisnya juga lagi keluar kota, sakit sakit aku mulai panik dengan semua
ini. Parahnya lagi aku menelepon ruangan kantor, kadiv juga gak pada ada yang
angkat. Aku terus mencoba menghubungi mereka semua, April, Mbak Mutiara, kalau
perlu Mas Maman juga deh kan kemarin dia sempet ngurusin keuangan di konser
Nuggie.
“Halo,
April.”
“Ya kenapa
Bun?”
“Pril,
kemarin kan dana Konser Nuggie surplus ya, itu kamu udah serahin ke keuangan
belum? Soalnya aku butuh nih buat KMI, kamu bisa transfer atau gimana lah
caranya??”
“Waaah maaf
banget Bunga, aku juga belum liat lagi di rekening uangnya berapa, aku Tanya
Mbak Mutiara juga belum dibales ini.”
“Ya sama
Pril, aku juga udah nelpon Mbak Mut juga gak ada yang angkat, oke deh makasih
ya Pril.
Can anybody hear me? Or am I talking to myself? My
mind is running empty In the search for someone else. Who doesn't look right
through me. It's all just static in my head. Can anybody tell me why I'm lonely
like a satellite?
Kalau sudah begini, aku harus kemana
lagi. Divisi keuangan mengapa seperti ini? Ada apa sebenarnya. Aku merasa
sangat sendirian saat itu, selain karena memang aku seorang diri dan mereka
seakan tak memiliki Film KMI ini, ya mungkin hanya perasaan bobrokku saja.
“Halo Mas
Maman.”
“Iya ini
siapa ya??”
“Ini Bunga
mas, Bunga divisi film.”
“Ohhh mbak
Bunga, ada apa mbak?”
“Mas mau mau
nanya, kemarin uang konser Nuggie sisanya ada dimana ya? Apa udah dikasih ke
keuangan? Soalnya bunga mau ngurus buat iklan KMI nih.”
“Memangnya
Konser Nuggie surplus ya mbak Bun?”
Aku hanya terdiam dan langsung
menutup telponku dengan Maman. Lalu mau
kemana lagi aku harus mencari dana sebanyak itu, untuk film sebesar ini, kemana
mereka? Kamtor macam apa ini? Keuangannya aneh, dana tidak tahu ada dimana, dan
di sini aku hanya sendirian, seperti tidak akan ada film KMI, apakah mereka
sadar ahhh entahlah rasanya ingin pergi saja.
Setelah beberapa menit terdiam, aku
terpikir sesuatu dan langsung melakukannya.
“Halo Mbak
Mei, mau nanya boleh?”
“Iya Mbak
Bunga mau nanya apa ?”
“itu loh uang
Konser Nuggie udah sampe ke divisi keuangan belum sih?”
“waah kalau
keuangan Mei gak tau sama sekali Mbak Bunga, maaf banget ya mbak.”
Cause tonight I'm feeling like an astronaut, Sending
SOS from this tiny box, And I lost all signal when I lifted up, Now I'm stuck
out here and the world forgot, Can I please come down? (come down),'Cause I'm
tired of drifting around and round (and round), Can I please come down?
Lengkap sudah perasaan kesendirian
ini, kemudian dari mana aku bisa mengumpulkan uang sebanyak itu ya. Perusahaan
macam ini? Dengan keadaan yang seperti ini aku tak mungkin hanya berpangku
tangan, menunggu keuangan yang sangat lama, aku tak bisa. Mungkin waktuku untuk
menelepon sana sini sudah sangat terlalu lama, mereka di dalam ruang meeting
menungguku pasti. Ya aku harus masuk dan memtuskan semuanya dengan hal yang
paling aku anggap bijak dan pas.
“Nah gimana
nih Mbak Bunga?”
“Uangnya bisa
transfer nanti malam kan ya?”
“Iya tapai
kalau bisa jangan lewat dari jam 7 soalnya mau langsung dikerjain mbak projeknya
begitu.”
“Tenang
aja, ya sudah kalau begitu, terimakasih ya pak, senang bekerja dengan bapak.”
***
Malam itu penuh duka, angkara murka,
sedih , senang, kecewa, semua menjadi satu. Aku tak tahu apa yang aku lakukan
ini benar atau tidak, bijak atau tidak. Jika mereka dengar semua ini apakah
mereka bisa terima keputusanku yang sangat aneh ini? Sungguh dari kejadian dan
kenekatan yang aku ambil ini aku jadi menyadari bahwa masih ada cinta antara
aku dan dramaturgiland, masih ada cintaku untuk mereka, masih ada cintaku untuk
perfilman melalui perusahaan entah berantah ini, ternyata aku masih mencintai
dramaturgiland lebih dari yang aku kira. Mungkin beberapa waktu lalu aku bisa
tertawa lepas dan bekerja dengan sangat bahagia di comicland, tapi apa? Dunia
tak bisa berbohong dengan saksi hidupnya, aku mau melakukan semua ini, dan aku
tak mengerti dengan apa yang kulakukan ini.
“Bunga ini
uangnya.”
“Abimanyu
makasih banyak ya, aku gak tahu harus bilang apa. Ini berguna banget mas buat
aku, makasih udah nolong aku.”
“Sama-sama
Bunga, oh ya kamu besok dating ke seminar kan?”
“Seminar ya?”
“Iyaaa, kamu
gak lupa kan Bun, besok kan ada seminar film horror, hiiii hakikat film horror
sebenarnya. Aku jadi moderator, Bunga.”
“Oh yaaa
jadinya kamu yang jadi moderator, kamu sesi yang mana?”
“Yang sama
Ustadz, Ustadz Hizzatullah kan beliau sering nongol di film.”
“Wah kamu
hebat banget, beruntung banget kamu bisa jadi moderator mas.”
“Biasa aja
Bunga, kamu jadi ikut kan? Atau kamu jadi ke bali besok?
Aku langsung terdiam mendengar
pertanyaan Abimanyu yang satu itu. Berat rasanya untuk memilih, apakah aku
harus ke Bali bersama Dramaturgiland untuk sesi liburan mendadak atau aku harus
mendatangi seminar di Comicland. Aku hanya bisa terdiam, menyusun jawaban pun
aku sungguh tak punya jawaban.
“Bunga hei,
kok bengong sih? Kamu sakit ya? Lemes banget, minum dulu nih.”
“Aku emang
udah lemes gini mas, gak bisa diapa-apain lagi.” Sungguh bagian ini rasanya aku
ingin menangis, di satu sisi aku sangat menghargai Abimanyu karena dia secara
tidak langsung ikut membantu dalam proses promosi film KMI, di sisi lain aku
juga tak mau kehilangan momen bersama
staff Dramaturgiland lainnya, karena dengan kenekatanku ini, aku semakin
menggila untuk mencintai mereka, entah perasaan apa yang aku miliki saat ini.
“Bunga, minum
dulu ini jusnya, tenang aku yang bayar kok.”
“Mas Abimanyu
makasih banyak ya, ini pasti besar banget buat mas, insya Allah hari senin aku
langsung transfer ke mas lagi, aku Cuma butuh mala mini, semoga besok aku udah
bisa ngumpulin uangnya ya.”
“Santai
Bunga, aku gak keburu-buru kok, pas udah ada aja baru kamu ganti.”
“Iya mas.”
“Kamu itu ke
Bali tiketnya udah ada ya?”
“Iya mas,
langsung otomatis ada, ya Dramaturgiland begitu.”
“Ohhh enak
ya, beda sama Gong Show.”
“Gong Show
juga keren kok mas.”
Abimanyu adalah pria yang baik,
sabar dan dia juga ada saat aku butuh. Walaupun abimanyu gak tergabung di
Comicland atau Dramaturgiland, aku sudah sangat sering meminta bantuannya
berkaitan dengan perusahaan ini. Abimanyu, sedikit banyak kamu telah membantu
aku, di saat mereka mungkin gak pernah denger apa yang aku teriakan selama ini,
di saat mereka meninggalkan aku sendiri, dan aku masih sibuk mencintai mereka.
Mungkin saat ini pikiranku sedang kalut, aku tak sadar aku bicara apa, semua
seakan menjauh dari KMI. Tidak seperti Konser Nuggie kemarin atau rangkaian
apapun yang dibuat oleh divisi music, aku tak mengerti. Mungkin music memang
lebih menarik buat mereka, dan sosok April yang keibuan membuat semua staff bisa
lengket sama dia. Sungguh ini semua salahku, kalau memang mereka lupa dengan
KMI, atau mungkin mereka tidak sadar betapa besar KMI ini, itu semua salahku.
So tonight I'm calling all astronauts, All the lonely
people that the world forgot, If you hear my voice come pick me up, Are you out
there?, 'Cause you're all I've got!
***
“April
kayaknya besok aku gak jadi ikut ke Bali deh. Aku di sini aja, nemenin Abimanyu
mau jadi moderator.”
“Yaaah kok
gitu, gak asik. Abimanyu kan udah gede masa kamu temenin.”
“Ya gak
apa-apa lagi pula selama divisi keuangan diam dan sulit dihubungi, aku gak ada
dana untuk kehidupan di Bali, kehidupan berlibut pula.”
“Yaaah Bunga,
nebeng bareng gue aja, kita di Bali cuma 2 hari lagi, bisa laaah. Yuk besok itu
yaaa.”
“Emang gak
ngerepotin kalau gue liburan tapi nebeng?”
“Bungaaa
bungaaa lo kenal gue udah berapa lama sih, paling cuma 2 atau 3 juta kan.”
“Yaaa segitu
deh.”
“Ya udah,
besok sampe ketemu di kantor ya, kita naik semobil aja pas ke bandaranya oke?”
“Yaaaa
(mungkin)
Walaupun sudah dijamin kehidupan
berlibur di sana, entah mengapa aku masih merasa tidak enak. Dalam keadaan yang
mendadak jatuh miskin, masa aku harus seneng-seneng, tapi kembali lagi aku
harus memilih. Abimanyu dan Comicland memang tak bisa aku lupakan, Abimanyu
begitu berjasa dan Comicland begitu berharga, namun yang jauh lebih aku cintai
adalah Dramaturgiland, dan aku baru ingat Pak Andika kan seharusnya ada di
seminar yang moderatornya Abimanyu, kira-kira dia pilih yang mana ya?
***
‘KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGGGGGGGGGGGGGG’
Suara telpon itu membangunkanku, aku
baru sadar seharusnya aku sekarang kan pergi, ke kantor, bisa-bisa ketinggalan
mobil buat ke bandara.
“Haloooo
Pril, ada apa? Sssttt gue kesiangan ini.”
“Kabar buruk,
masa mobil yang buat nganterin kita ke bandara dipake lah yaaa sama anak-anak
media, dan satunya lagi mogok di tengah jalan. Kita sekarang di Menteng, mau
cegat bis umum, oh mayyyyyy kita bakal naik bis umum gitu loh, ceperan lo ke
Menteng aja yaaa, jangan ke kantor.”
“Yaaah ongkos
lagi dong kalo gitu.”
“Yaudah
kesini dulu aja Bunga ayo cepet.”
***
Aku melihat Mas Maman, Mas Deni dan
Mas Anto sedang bergerombol di belakang bis, di sana juga ada Pak Andika. Aku
melihat bis yang akan aku naiki, aduh rasanya males banget kalau harus naik
kendaraan umum. “Ayooo Bunga lari kamu.” Ujar Mas Anto. Lari? Kenapa harus
lari, aku yang masih setengah nyawa gini disuruh lari. Aku melihat Yulia turun
bus dan mengajakku segera ke sana. Bus nya aja masih berhenti, santai kali.
“Pak Andika kok di sini? Gak ke seminar?” tanyaku dengan santai, tanpa kusadari
bis yang kukira berhenti itu ternyata jalan pelan-pelan kemudian Yulia naik
kembali ke dalam bis. Lelaki-lelaki itu bersorai, “Yaaah tukan ditinggalin” dan
tepat di depan mataku kulihat bi situ bergerak maju dan benar-benar
meninggalkanku.
Now I lie awake and scream in a zero gravity, And it's
starting to weigh down on me.
Let's abort this mission now,Can I please come down?
Jadi mereka seperti itu, walaupun
aku ngantuk aku bisa melihat mana wajah bercanda dan serius, mengapa mereka
memberitahuku seperti bercanda. Dan bi situ pun sudah jauh. Apa maksudnya? Jadi
setelah kepelikan divisi keuangan yang tak bisa dihubungi sama sekali, kemudian
mereka seakan ogah-ogahan ngurusin film KMI, mereka kayak gak antusias, terus
aku berhak ditinggalin kayak gitu. “Ayo nyebarng ke sana Bunga, kita masih bisa
naik bisnya dari sana.” Ajak Pak Andika lalu kami berjalan dengan yang lainnya.
Aku tidak masalah jalan dengan genk
laki-laki di kantor ini, tapi yang aku permasalahkan adalah haruskah aku jalan
sama mereka karena aku ditinggal teman-teman yang aku sayangi sendiri? Kenapa
Yulia gak turun aja atau gak usah naik lagi, kalau memang ada jalan pintas
untuk naik bis yang sama, kenapa? Kalau mau ditanya sekarang rasanya aku mau
naik taksi aja dan menyusul Abimanyu ke tempat seminar. “Kamu jadinya gak ikut
seminar Bunga?” Tanya Pak Andika, “Enggak tahu pak, pokoknya kalau bi situ
penuh saya mendingan turun aja, di seminar saya masih dibutuhkan kok.”
Tak lama kemudian bi situ pun
datang, terlihat dari kaca luar bangkunya sudah full, aku naik dan ternyata
benar, aku tak dapat duduk. Rasanya mau turun dan menyusul Abimanyu, gak
seharusnya aku ada di sini untuk mereka yang mungkin gak peduli lagi sama aku,
kenapa aku ada di sini untuk mereka yang sebenarnya gak ada buat aku, kenapa
aku harus meninggalkan Abimanyu dan seminar itu padahal mereka mungkin lebih
membutuhkan aku, dan Abimanyu yang nolongin aku saat aku butuh, bukan mereka
yang ninggalin aku dan bisa ketawa-ketawa di saat aku berdiri sendirian. Terlalu
banyak berpikir aku tak bisa turun dan aku benar-benar berdiri, rasanya seperti
menjilat ludah sendiri, katanya kalau berdiri aku mau turun. Aku gak mau ada di
bis ini, aku mau turun.
“Khaira, khaira.” Tangan Pak Andika melambai-lambai ke arahku sambil
memberi kode untuk duduk. Aku pun mendatanginya, kemudian Pak Andika yang
tadinya duduk kemudian memberikan kursinya untukku. “Terimakasih banyak pak.”
Kemudian aku duduk dan menempelkan dahiku ke bangku depan, aku hanya bisa
menangis. Apakah segitunya mereka solid dan aku tidak bisa masuk ke celah
manapun, sampai-sampai Pak Andika yang mungkin sekarang sudah jauh dengan ku di
struktur Dramaturgiland, aku masih kadiv biasa dan dia? Tapi kenapa harus dia
yang ada di saat aku butuh. Aku hanya heran dengan semua ini, di bagian depan
ini hanya ada aku dan laki-laki lain, mereka yang aku anggap sahabat sedang
tertawa-tertiwi di belakang, dan aku hanay tersisa di sini dengan Pak Andika.
“Pak Andika, Pak Faiz kemana ya?”
“Ohh kalau itu sih aku gak tau. Hehe.”
“Loh kalian gak pecah kongsi kan? Hehe”
“Enggak lah, Pak Faiz masih suka cerita kok sama aku. Tapi untuk yang
pribadi aku gak tau lah dimana dia.”
“Loh emang dimana itu pribadi ya Pak, bapak ini hahahaa.”
Dan seterusnya kami berbicara banyak hal, mulai dari urusan kantor sampai
pak faiz dan masih banyak lagi. Jadi begini keadaan sebenarnya, aku hanya bisa
berbincang dengan Pak Andika, karena memang yang paling dekat hanya Pak Andika.
Abimanyu aku mohon maafkan aku, aku begitu terlihat seperti orang yang tidak
tahu terimakasih. Seharusnya aku ada di sana dan melihat kamu jadi moderator,
bukan di sini yang gak jelas, dan aku hanya seperti buangan untuk mereka, tidak
mungkin aku bergantung dengan Pak Andika selama di Bali. Kenapa harus Pak
Andika yang menolong aku, aku butuh sahabat-sahabatku kemana mereka? Tertawa di
belakang? Menertawakan aku?
****
“Pantaaaaaaiiiii!!!!!!!!!!!!!!!! Yeaaayyyy”
Ya biasa lah cewek-cewek histeris liat pantai dan segera ingin berfoto
dengan indahnya. Aku mulai menikmati perjalanan ini. Aku tidak bisa lama-lama
mendendam dengan keadaan yang ini. Kekecewaanku tidak akan membawaku
kemana-mana hanya akan membawaku semakin mundur. Aku hanya ingin mereka tahu,
kalau aku tetap setia mencintai mereka, walaupun kadang perlakuan seperti ini
kerap kali terjadi, dan mereka-mereka yang asing seperti Abimanyu dan Pak
Andika hadir menawarkan hal yang seharusnya sahabatku yang membawakannya. Abimanyu
aku percaya di sana kamu pasti akan jadi moderator yang handal, aku di sini
baik-baik saja, terimakasih untuk bantuannya itu sungguh sangat berharga.
Mungkin di pantai ini aku akan membunuh kekecewaanku dan memulai pemikiran
baru, mereka pasti tidak seburuk yang aku pikirkan, mereka adalah orang-orang
yang baik, mungkin aku yang jahat sehingga aku mudah dilupakan.
My heart is sinking, As I'm lifting up, Above the clouds
away from you, And I can't believe I'm leaving, Oh I don't kno-kno-know what
I'm gonna do, But someday, I will find my way back, To where your name, Is
written in the sand
“Kita tulis Dramatugiland yuk di pasir, terus nanti kita foto yaaaa.”
“Ayoooooooo setuju-setuju.”
“Yuk yuk yuk nulis, aku D nya yaaaaa.”
“Yaaah gak ada huruf B ya.”
“hahahahaha” sungguh bahagia bukan kalau bisa memaafkan?
“Bunga, yang sabar ya, aku terus hubungi divisi keuangan kok, biar uang
kamu cepet terganti. Ya kamu yang sabar yaaa.”
“April makasih ya, maaf kemarin aku terlalu nekat.”
My soul is broken, Streets are frozen, I can't stop
these feelings melting through, And I'd give away a thousand days, oh, Just to
have another one with you
****
“kayaknya semenjak naik bis kemarin kita jadi langganan gitu deh naik bis
umum.”
“hahahhaa iya ya.”
Tak terasa sekarang sudah perjalanan pulang, dan kami naik bis umum lagi
di Jakarta, ya sekali-sekali, mungkin kami yang selalu naik mobil ber-ac,
nyobain ac bis kenapa enggak?
“Bunga, itu mbak mutiara, kita sebis sama dia.”
“Ehhhh Mbak April, kita ketemu di sini yaaa.”
“Mbak Mutiara.” Aku hanya menyebut namanya berharap…………
“Mbak Bunga maaf kemarin itu hp aku eror jadinya banyak sms kehapus
sendiri, ada kok mbak uangnya, nanti aku bikin cek nya di kantor yaaa, sekalian
sama surat-surat pengeluarannya.”
Ya keindahan akan datang pada waktunya, tanpa menunggu lama kami
dipertemukan di bis ini, dan saat sampai di Jakarta Mutiara menjelaskan semuanya,
kenapa dia sampai bisa begitu di divisi keuangan. Aku sekarang mengerti,
perasaanku saja yang terlalu berpikir negatif sehingga banyak menilai
orang-orang itu tidak peduli. Mungkin aku yang salah, taka da salahnya aku yang
mencoba memperbaiki diri. Mereka sebenarnya peduli mungkin aku yang kurang
peduli dengan mereka.
****
“Pak Deni, ada apa pak telpon malam-malam begini?”
“Ini Bunga ada kabar baru, besok kita udah bisa promosi di kampus unpad.”
“Film KMI kah pak?”
“Iyaa mereka fol up tadi katanya maaf mendadak, Bunga tolong sampein ke
divisi lain ya biar nanti saya ngondisiin yang lain.”
“Bapak makasih banyak ya pak, kabar ini sangat menggembirakan.”
“Sipp maaf ya Bunga saya nelpon jam segini.”
Sku harap besok baik-baik saja, dan tidak aka nada lagi luka di antgara
kita. Aku harap hanya aka nada rindu dan ketulusan bukan cinta di atas
penderitaan.
Cause I remember every sunset, I remember every word
you said, We were never gonna say goodbye. Tell me how to get back to, Back to
summer paradise with you, And I'll be there in a heartbeat
Terinspirasi dari
Lagu Simple Plan "Summer Paradise" "Astronaut"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar